Dari Denting Gerinda, Tumbuh Suara Kepedulian: Kisah Dansatgas TMMD di Desa Tumih

BARITO KUALA – Siang itu, udara Desa Tumih terasa panas dan kering. Di antara hembusan angin sawah, suara gerinda berputar nyaring, memecah keheningan. Percikan api kecil keluar setiap kali mata gerinda menyentuh permukaan baja ringan. Di balik percikan itu, berdiri sosok berloreng hijau, Letkol Inf Andika Suseno, S.I.P., Dansatgas TMMD Ke-126 Kodim 1005/Barito Kuala.

Dengan gerinda di tangannya, Letkol Andika memotong batang demi batang baja ringan yang akan dijadikan kerangka tower pengeras suara di Mushola Nurul Ikhsan, Desa Tumih, Kecamatan Wanaraya. Gerakannya mantap, terukur, dan penuh kehati-hatian — seolah setiap potongan logam itu bukan sekadar pekerjaan, tapi bagian dari ibadah.

Mushola Nurul Ikhsan menjadi salah satu sasaran fisik tambahan dalam program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) Ke-126, yang digelar sejak 8 Oktober hingga 6 November 2025. Di tempat kecil itulah, warga desa kerap berkumpul, berdoa, dan menjalin silaturahmi. Kini, dengan dibangunnya tower pengeras suara, suara azan dan panggilan ibadah akan terdengar lebih jauh, menyentuh hati setiap warga di penjuru desa.

Bacaan Lainnya

Bagi Letkol Andika, memegang gerinda bukan hal baru. Namun, kali ini ada makna lain di balik percikan logam itu. “Kami ingin TMMD ini bukan hanya tentang membangun jalan atau rumah, tetapi juga membangun sarana ibadah yang menghidupkan kebersamaan warga. Di sinilah nilai kemanunggalan TNI dengan rakyat benar-benar terasa,” ujarnya sambil menyeka keringat di pelipis.

Di sekelilingnya, beberapa prajurit dan warga turut membantu — menahan baja, mengukur panjang, hingga membersihkan sisa potongan logam. Mereka bekerja dengan irama yang serasi, diwarnai canda ringan dan semangat gotong royong yang tulus.

Suara gerinda yang biasanya dianggap bising, sore itu terdengar seperti melodi pengabdian. Ia menjadi simbol kerja keras, kepedulian, dan kedekatan antara TNI dan masyarakat. Dari percikan api logam yang berhamburan, lahir semangat baru bahwa membangun desa bukan sekadar urusan fisik, tetapi juga membangun jiwa dan harapan warga di dalamnya.

Ketika matahari mulai turun di ufuk barat, potongan baja ringan itu perlahan tersusun menjadi bentuk menara kecil. Di sanalah nanti, pengeras suara akan berdiri tegak — menjadi saksi bahwa di Desa Tumih, ada pengabdian yang lahir dari ketulusan seorang prajurit dan rakyat yang selalu bergandengan tangan.(1005).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *